Pulai (Alstonia spp)
oleh : Hendry Ramadani, S. Hut
Tanaman dengan nama botani Pulai atau oleh masyarakat Kalimantan Selatan biasa di sebut Pulantan ini dalam taksonomi tumbuhan dikenal dengan nama Alstonia spp. Menurut ahli botani ada en
am species dari genus Alstonia yang memiliki nama pulai, yaitu : A. angustifolia Wall., A. angustiloba Miq., A. macrophylla Wall., A. pneumatophora Backer, A. scholaris (L.) R. Br. dan A. spathulata Blume. Dari keenam jenis tersebut yang terkenal adalah A. scholaris (L.) R.Br. Jenis ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi karena memiliki kayu berwarna putih polos, lunak, ringan dan sekalipun tidak tahan lama. Kayunya dapat digunakan sebagai peti, papan acuan beton dan pekerjaan tukangan. Selain itu kayu dari jenis ini baik untuk dipergunakan sebagai bahan baku pada pabrik korek api (Heyne K, 1987).
Secara ekologis A. scholaris tumbuh pada ketinggian 1 m – 1.230 m di atas permukaan laut, yaitu pada tanah berpasir dan tanah liat yang tidak pernah digenangi air. Menurut Whitmore T.C.(1989), jenis A.schoolaris memiliki tinggi mencapai 36 meter dengan diameter hingga 80 cm dan tumbuh pada hutan dataran rendah, hutan primer maupun hutan sekunder.
Pohon pulai berbunga dan berbuah pada bulan mei-agustus. Buahnya berbiji banyak, tiap kg biji kering berisi 620.000 butir (Martawijaya dkk.,1981 dalam Rahmanadi dkk 2008). Bijinya setelah dijemur selama 2 hari kemudian disimpan dalam kaleng tertutup rapat dan di simpan pada ruangan dingin, selama 2 bulan masih mampu berkecambah 90%. Benih pulai mulai berkecambah pada hari ke-8 (minggu ke-2) setelah di semai. Ternyata yang paling banyak berkecambah adalah biji yang terdapat pada bagian tengah malai dan yang paling sedikit adalah pada bagian ujung (Rahmanadi D., Susianto A., 2008).
http://www.mangyono.com/2013/05/kayu-lame-dan-kerajinan-subang.html
Untuk pengkencambahan dan persemaian benih pulai dilakukan perlakuan pendahuluan berupa ekstraksi benih dengan metode basah. Polong-polong diletakan di atas peti kayu yang diatasnya ditutupi kawat kasa, diangin-anginkan pada suhu kamar selama 3-7 hari. Polong akan pecah sendiri dan benih akan keluar. Pada fase perkecambahan dibutuhkan temperatur yang tinggi, yang didapat dengan menggunakan sistem rumah kaca. Penyemaian dilakukan setelah kecambah berumur 14-25 hari. Semai harus bebas dari sinar matahari dan terpaan hujan (intensitas cahaya 50-25 %).
Pulai juga bisa dibiakan secara vegetatif, yaitu dengan stek batang. Perlakuan pada pembiakan vegetatif tanaman pulai dapat dilakukan dengan media yang memiliki daya serap air tinggi seperti sabut kelapa ataupun ditanam langsung dilapangan pada musim penghujan. Penggunaan hormon tumbuh pada pembiakan tanaman vegetatif jarang dilakukan. (Zanzibar 2003)
Dalimartha S. (2002) menyebutkan bahwa pada jenis ini terdapat bagian-bagian yang berkhasiat obat yaitu daun dan kulit kayu yang berguna sebagai peluruh dahak, haid, stomatik, anti perik, pereda kejang, menurunkan kadar gula darah, tonik dan antiseptic. Daun mengandung pikrinin sedangkan bunganya mengandung asam ursolat dan lupeol yang juga berkhasiat obat. Adanya khasiat pada daun dan kulit kayu disebabkan pada bagian tersebut mempunyai kandungan zat ekstraktif yang berkhasiat obat.
Sumber :
- Pulai, Jenis potensial untuk pengembangan hutan tanaman (mashudi, Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan)
- Profil Tegakan Pulai (Alstonia) di Kawasan Hutan dengan tujuan khusus Kintap (Suryanto E dkk Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru)
- Zanzibar M. 2003. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan