Updating data spasial lahan kritis 2009

UPDATING DATA SPASIAL LAHAN KRITIS

Ā TAHUN 2009

buku lk 2009

Ā EXECUTIVE SUMMARY

  1. I. Pendahuluan

Kondisi lahan kritis di Indonesia, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan sudah sangat memprihatinkan. Pemerintah juga mencatat laju kerusakan hutan paling tinggi terjadi pada kurun waktu 1985-1997 dengan laju kerusakan mencapai 1,8 juta hektar per tahun. Kemudian pada 1998-2000, laju kerusakan mencapai 2,8 juta hektar per tahun, sementara pada 2000-2005, laju kerusakan hutan mencapai 1,08 juta hektar per tahun. Departemen Kehutanan memastikan luas lahan kritis di seluruh Indonesia mencapai 30 juta hektar, sekitar 12 juta hektar terdapat di kawasan hutan dan 18 juta hektar terdapat di tanah non-kawasan. Meski demikian, baru sedikit lahan yang terehabilitasi akibat keterbatasan dana, jenis lahan, dan pemeliharaan.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (1999), saat ini luas lahan kritis diperkirakan mencapai 56,93 juta hektar yang tersebar di Hutan Lindung 8,14 juta ha, areal HPH seluas 22,74 juta ha, eks HPH seluas 5,09 juta ha, hutan mangrove 5,85 juta ha, dan di luar kawasan hutan seluas 15,11 juta ha. Walaupun Pemerintah cq. Departemen Kehutanan telah melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan konservasi melalui berbagai program, namun upaya tersebut belum memberikan hasil yang menggembirakan, dan kenyataan menunjukkan bahwa volume kegiatan rehabilitasi dan konservasi yang dilaksanakan tidak seimbang dengan laju kerusakan hutan dan lahan yang terjadi.

Laju kerusakan hutan di Provinsi Kalimantan Selatan salah satunya diindikasikan dengan bertambahnya luas lahan kritis baik di dalam maupun diluar kawasan hutan. Berdasarkan data tahun 2003, luas lahan kritis di Kalimantan Selatan tercatat seluas 555.983 Ha, dimana seluas 364,850.72 berada di Dalam Kawasan Hutan dan 191,132.28 Ha berada di Luar Kawasan Hutan.

Dalam perkembangannya selanjutnya luas lahan kritis tersebut diatas tentunya telah banyak mengalami perubahan, baik berupa penambahan luas lahan kritis sebagai akibat pola penggunaan/penutupan lahan yang dipengaruhi aktivitas manusia seperti perambahan/eksploitasi hutan, aktivitas pertambangan, dan pembukaan lahan (land clearing) untuk persipan lahan maupun pengurangan lahan kritis sebagai dampak pelaksanakan berbagai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

Peningkatan luas lahan kritis pada dasarnya merupakan dinamika yang terjadi pada suatu bentang lahan, dan tidak dapat menggambarkan ketidakberhasilan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilaksanakan sampai dengan saat ini. Semakin luasnya lahan kritis secara umum merupakan akibat dari besarnya kebutuhan akan pemanfaatan sumber daya alam yang ada baik.

Dalam perkembangan pemanfaatan teknologi komputer, penggunaan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (GIS), pembuatan peta dilakukan secara digital, maka untuk inventarisasi lahan kritis yang sangat penting ini, penggunaan teknologi GIS digunakan dalam menghasilkan informasi spasial lahan kritis yang akurat dan obyektif, dalam rangka memformulasikan strategi pengelolaan sumberdaya lahan yang komprehensif dan proporsional.

  1. II.Ā  Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan ini adalah menyediakan data lahan kritis Wilayah Kerja BPDAS Barito baik secara numerik maupun spasial, sesuai dengan Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis Tahun 2004, dengan tujuan :

  1. Teridentifikasinya lahan-lahan kritis pada wilayah kerja BPDAS Barito baik sebarannya (lokasinya) maupun luasannya.
  2. Tersajikannya data dan informasi lahan kritis dalam bentuk data spasial (peta) maupun data atributnya (luasannya) yang accessible sehingga menjadi informasi yang bermanfaat bagi semua instansi yang membutuhkan dan mendukung kegiatan RHL.

III.Sasaran Wilayah

Wilayah Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Baritoberdasarkan Instruksi Menteri Kehutanan Nomor : INS.3/Menhut-II/2009 tanggal 20 April 2009 tentang Wilayah Kerja Unit Pelaksana Teknis Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, bahwa wilayah kerja BPDAS Barito meliputi seluruh Provinsi Kalimantan Selatan dan Sebagian Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas keseluruhan 81.094,7 km2 atau 8.109.468,8 ha. Sasaran kegiatan updating Data Spasial Lahan Kritis ini adalah seluruh wilayah kerja BPDAS Barito yang secara hidrologis meliputi 182 buah sungai yang langsung mengalir ke laut atau yang disebut sebagai DAS. Selanjutnya DAS-DAS tersebut dikelompokkan menjadi 12 Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS, dengan bertujuan untuk memudahkan dalam pengelolaan maupun penanganannya. SWP DAS dimaksud yaitu SWP DAS Barito, Tabunio, Kintap, Satui, Kusan, Batulicin, Cantung, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Pulau Laut, dan Pulau Sebuku.

 

 

  1. IV. Metodologi
  2. A. Kriteria dan Parameter Penilaian Lahan Kritis

Metodologi penilaian lahan kritis mengacu kepada metode penetapan lahan kritis dalam Peraturan Dirjen RLPS No. SK.167/V-SET/2004 tanggal 22 September 2004 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Dalam penilaiannya, dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria Kawasan yaitu pada Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Budidaya untuk usaha pertanian dan kawasan lindung diluar kawasan hutan yang masing-masing memiliki parameter dan bobot tersendiri.

  1. B. Analisa Spasial

Dalam analisa spasial yang digunakan dalam proses penyusunan data spasial lahan kritis ini adalah dengan cara menumpangsusunkan (overlay) peta-peta parameter lahan. Hasil yang diperoleh dari proses tumpang susun tersebut adalah sebuah peta yang menggambarkan satuan-satuan lahan yang memiliki keseragaman nilai dari parameter yang digunakan.

Tahap selanjutnya adalah proses pemilahan berdasarkan fungsi kawasannya. Hal ini dilakukan dengan cara overlay peta hasil proses parameter lahan kritis dengan peta penunjukkan kawasan hutan, sehingga satuan peta hasil tumpang susun tersebut dibedakan dalam kawasan hutan lindung, kawasan budidaya pertanian atau kawasan lindung diluar kawasan hutan. Proses skoring dilakukan dengan cara memasukan nilai skor pada parameter lahan kritis yang relevan dalam setiap kawasan, sesuai dengan kriteria penentuan lahan kritis seperti yang sudah dibahas pada bagian sebelumnya. Proses penentuan tingkat kekritisan lahan dilakukan dengan cara menjumlahkan total nilai ā€œbobot dikalikan dengan nilai skorā€ dalam setiap satuan peta dan menentukan total nilai ke dalam range yang sesuai untuk masing-masing kawasan yang bersesuaian.

Untuk lebih memperjelas gambaran prosesnya maka analisa spasial dalam penentuan lahan kritis disajikan dalam bentuk diagram alir seperti yang tersaji dalam Gambar 1. berikut ini

Metode LK_2009

Gambar 1. Proses analisa spasial dalam penentuan lahan kritis

Dalam perkembangan penataan gunaan ruang yang ada di daerah maka sesuai dengan Keputusan Dirjen RLPS No. SK.167/V-SET/2004 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis, skoring kekritisan lahan diperluas untuk kepentingan rehabilitasi hutan dan lahan, dimana mencakup seluruh fungsi hutan dan diluar kawasan hutan dengan rincian sebagai berikut :

  • Total skor untuk kawasan hutan lindung dapat disetarakan untuk kawasan hutan konservasi.
  • Total skor untuk kawasan budidaya pertanian dapat disetarakan untuk areal penggunaan lain (diluar kawasan hutan).
  • –Ā  Total skor untuk kawasan lindung diluar kawasan hutan dapat disetarakan untuk kawasan hutan produksi (hutan produksi tetap/produksi yang dapat dikonversi dan hutan produksi terbatas).
  1. Hasil Updating Data Spasial Lahan Kritis
  2. Penyetaraan Kawasan Hutan

Pengelompokkan ke dalam 3 (tiga) kawasan diperoleh dari peta penunjukkan kawasan hutan yang diacu di wilayah kerja BPDAS Barito pada saat ini. Di Prov. KalSel, peta kawasan hutan yang diacu adalah sebagaimana Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 435/menhut-II/2009 tanggal 23 juli 2009 Tentang Peta Kawasan Hutan Prov KalSel. Sedangkan untuk 4 (empat) kab di Prov Kal Teng maka peta kawasan hutan yang digunakan yaitu Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGKH) Tahun 1982, mengingat sampai saat ini Peta penunjukkan kawasan hutan yang terbaru masih dalam proses pembahasan.

Tabel 1. Penyetaraan status dan fungsi kawasan hutan

No Kriteria Kawasan pada Penyusunan data lahan kritis Status dan Fungsi

kawasan hutan

Luas

(Ha)

1. Kawasan Hutan Lindung Hutan Lindung (HL), Hutan Konservasi (HK), Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam (KSA/PA) 1.505.796,68
2. Kawasan Budidaya untuk usaha Pertanian Areal Penggunaan Lain (APL), 1.969.399,06
3. Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) 4.634.272,35
  Total luas (Ha)   8.109.468,8
  1. B. Sebaran Lahan Kritis

Hasil analisa spasial dengan teknik tumpangsusun (overlay) dan skoring terhadap parameter-parameter dalam penentuan tingkat kekritisan lahan, diperoleh data spasial lahan kritis yang dapat dipilah-pilah kembali berdasarkan wilayah hidrologis (SWPDAS/DAS) maupun administrasi. Dalam penyusunan data spasial lahan kritis ini, areal/wilayah yang sudah termasuk kategori Lahan Kritis adalah lahan dengan kriteria ā€œKritisā€ dan ā€œSangat Kritisā€. Gambaran kondisi lahan kritis di wilayah kerja BPDAS Barito disajikan pada Tabel 2. berikut ini :

Tabel 2. Rekapitulasi data Luas lahan kritis di wilayah kerja BPDAS Barito

No. Kriteria Lahan Kritis Luas

(Ha)

Persentase

(%)

1. Sangat Kritis 113.598,9 1,40
2. Kritis 1.172.308,6 14,46
3. Agak Kritis 2.651.505,8 32,70
4. Potensial Kritis 3.769.951,7 46,49
5. Tidak Kritis 402.103,7 4,96
  Total 8.109.468,8 100,00
  1. Luas Lahan Kritis Berdasarkan SWP DAS

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dikelola berdasarkan ekosistem daerah aliran sungai. Wilayah sungai tidak selalu mempunyai batas yang bertepatan (co-incided) dengan batas-batas wilayah administrasi. Harus disadari bahwa proses-proses alamiah yang terjadi dalam suatu DAS seperti banjir, tanah longsor, kerusakan lingkungan perairan, erosi dan sedimentasi, tidak mengenal batas wilayah administratifmelainkan mengikuti batas-batas Daerah Aliran Sungai (DAS)sehingga dalam analisis ruang (spasial) ini juga harus mengikuti pola tersebut. Berikut disajikan data luas lahan kritis pada tiap SWP DAS di wilayah kerja BPDAS Barito

Tabel 3. Luas lahan kritis berdasarkan SWP DAS pada wilayah kerja BPDAS Barito

No SWP DAS Tingkat Kekritisan Lahan Luas(Ha) Lahan Kritis Prosent
Tidak Potensial Agak Kritis Sangat
Kritis Kritis Kritis Kritis 4,32
11 PULAU LAUT 1.449,0 112.492,4 56.479,4 38.499,9 208.920,6 38.499,9 18,43
12 PULAU SEBUKU 351,6 3.455,2 2.036,7 14.421,1 2.186,7 22.451,3 16.607,9 73,97
Total (Ha) 402.103,7 3.769.951,7 2.651.505,8 1.172.308,6 113.598,9 8.109.468,8 1.285.907,5

Sumber data : Analisa lahan kritis menggunakan GIS

  1. Luas Lahan Kritis Berdasarkan Wilayah Administrasi

Secara administrasi wilayah kerja BPDAS Barito mencakup 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan dan 4 Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah. Secara rinci kondisi tingkat kekritisan lahan di setiap kabupaten dapat dilihat pada tabel 4 berikut :

Tabel 4. Luas lahan kritis berdasarkan wilayah administrasi

No Provinsi/ Tingkat Kekritisan Lahan Luas Lahan Kritis Persent
Kabupaten Tidak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Kritis Sangat Kritis (Ha) (6+7)Ha (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
I Kalimantan Selatan 110.168,9 1.465.241,6 1.355.054,7 682.294,2 78.748,4 3.691.507,9 761.042,6 20,6
1 Banjarbaru 7,2 2.842,1 25.331,0 1.085,3 3.107,6 32.373,2 4.192,9 13,0
2 Banjar 9.436,1 163.090,2 153.809,7 110.934,3 10.018,9 447.289,1 120.953,1 27,0
3 Banjarmasin 780,3 2.039,1 5.445,4 8.264,8 0,0
4 BaritoKuala 9.918,8 107.998,6 95.625,5 7.872,6 221.415,6 7.872,6 3,6
5 Tapin 1.272,9 87.613,5 101.816,9 24.262,9 4.576,2 219.542,4 28.839,1 13,1
6 Hulu Sungai Selatan 5.045,1 21.684,9 112.003,2 28.327,4 2.323,0 169.383,7 30.650,5 18,1
7 Hulu Sungai Tengah 9.633,8 47.452,7 40.623,6 41.094,8 201,7 139.006,6 41.296,5 29,7
8 Hulu Sungai Utara 4.570,7 20.143,1 51.373,9 13.630,5 89.718,3 13.630,5 15,2
9 Balangan 5.741,2 82.505,6 58.238,9 38.114,5 5.233,2 189.833,4 43.347,7 22,8
10 Tabalong 7.958,6 177.240,9 105.786,5 52.562,0 3.735,1 347.283,2 56.297,2 16,2
11 Tanah Laut 674,1 106.123,6 208.382,4 54.930,1 17.306,9 387.417,0 72.236,9 18,6
12 Tanah Bumbu 2.229,0 195.893,1 219.684,8 59.043,8 17.591,3 494.442,0 76.635,0 15,5
13 Kotabaru 52.901,0 450.614,2 176.932,9 250.435,9 14.654,5 945.538,4 265.090,4 28,0
II Kalimantan Tengah 286.888,5 2.281.354,1 1.286.158,3 490.013,2 34.850,5 4.379.264,6 524.863,7 12,0
1 Barito Timur 11.483,3 69.476,9 173.176,7 58.638,4 1.148,4 313.923,8 59.786,8 19,0
2 Barito Selatan 15.940,4 224.561,6 249.234,1 123.369,3 4.377,0 617.482,5 127.746,4 20,7
3 Barito Utara 11.264,2 535.567,5 335.073,4 98.036,9 3.615,1 983.557,1 101.652,0 10,3
4 Murung Raya 237.468,5 1.365.628,6 483.975,8 150.654,84 25.118,7 2.282.994,4 175.773,6 7,7
5 Kapuas 10.732,1 86.119,4 44.698,3 39.165,7 591,2 181.306,8 39.756,9 21,9
III Kalimantan Barat 2.967,7 12.478,0 15.445,7 0,0
IV Kalimantan Timur 2.078,6 10.878,0 10.292,8 1,3 23.250,7 1,3 0,0
Grand Total 402.103,7 3.769.951,7 2.651.505,8 1.172.308,6 113.598,9 8.109.468,8 1.285.907,5 15,86

Sumber : Analisa GIS

 

  1. Sebaran lahan kritis berdasarkan kawasan

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa luas lahan kritis dihitung melalui pengelompokkan kawasan yaitu Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Budidaya untuk usaha Pertanian dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan.

Dari hasil analisa data spasial dalam penilaian tingkat kekritisan lahan, terlihat bahwa pada Kawasan Hutan Lindung, sebagian besar lahan pada kawasan ini termasuk dalam kriteria ā€œPotensial Kritisā€ dan ā€œAgak Kritisā€ yakni seluas 744.084,8 ha (49,4 %) dan 403.244,6 ha (26,8 %). Sedang kan lahan yang termasuk dalam kriteria ā€œKritis dan Sangat kritisā€ hanya seluas 179.725,5 ha atau 11,9 % dari luas kawasannya. Pada penilaian kawasan Hutan Lindung ini mencakup status dan fungsi kawasan hutan lindung dan hutan konservasi (kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam).

Pada Kawasan Budidaya untuk Usaha Pertanian, lahan yang termasuk dalam kriteria ā€œAgak Kritisā€ merupakan lahan yang paling luas yakni 964.810,9 ha atau 49 % dari luas kawasan ini, selanjutnya lahan yang juga cukup luas termasuk dalam kriteria ā€œPotensial Kritisā€ yaitu seluas 717.003,5 ha (36,4 %). Sedangkan lahan yang termasuk kriteria ā€œKritis dan Sangat kritisā€ seluruhnya seluas 271.720,7 ha atau 13,8 % dari luas kawasannya. Penilaian pada kawasan Budidaya untuk usaha Pertanian ini seluruhnya mencakup status dan fungsi lahan pada Areal Penggunaan Lain (APL).

Berdasarkan hasil analisa tingkat kekritisan lahan, diketahui bahwa kriteria ā€œKritisā€ dan ā€œSangat Kritisā€ pada Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan, termasuk paling luas dibandingkan pada kawasan lainnya yaitu seluas814.313,0 ha. Sebagian besar lahan kritis tersebut berada di dalam kawasan Hutan Produksi Tetap yaitu seluas 375.660,9 Ha dan Hutan Produksi yang dapat di Konversi seluas 313.565,2 ha, sisanya berada pada kawasan hutan produksi Terbatas dan di sempadan sungai.

 

Data luas lahan kritis berdasarkan 3 (tiga) kawasan dalam penilaian tingkat kekritisan lahan sebagaimana diuraikan di atas disajikan pada Tabel 5. Data luasan tingkat kekritisan lahan ditinjau berdasarkan status dan fungsi kawasan hutannya disajikan pada Tabel 6.

 

Tabel 5. Data Luas Lahan Kritis di wilayah kerja BPDAS Barito Berdasarkan Kawasan pada Penilaian Lahan Kritis

 

No Kriteria Kawasan pd

Lahan Kritis/ Status dan Fungsi Kawasan Hutan

TINGKAT KEKRITISAN LAHAN (Ha) Luas Ā 
Tidak Kritis Potensial

Kritis

Agak Kritis Kritis Sangat

Kritis

(Ha) Lahan Kritis

(6 + 7)

1 2 3 4 5 6 7 8 9
I Kawasan Hutan Lindung 178.741,8 744.084,8 403.244,6 160.123,9 19.601,7 1.505.796,7 179.725,5
1 Hutan Lindung 118.401,3 587.994,0 268.752,3 104.373,9 14.464,8 1.093.986,4 118.838,7
2 Kawasan Suaka Alam/

Pelestarian Alam

60.340,5 156.090,8 134.492,3 55.750,0 5.136,8 411.810,3 60.886,8
II Kawasan Budidaya Pertanian 15.863,9 717.003,5 964.810,9 236.687,6 35.033,1 1.969.399,1 271.720,7
1 Areal Penggunaan Lain (APL) 15.863,9 717.003,5 964.810,9 236.687,6 35.033,1 1.969.399,1 271.720,7
III Kawasan Lindung di Luar 207.498,0 2.308.863,2 1.303.598,1 755.348,9 58.964,1 4.634.272,3 814.313,0
Kawasan Hutan
1 Hutan Produksi Terbatas 137.307,9 1.155.759,3 245.889,5 108.756,0 12.424,8 1.660.137,5 121.180,8
2 Hutan Produksi Tetap 6.092,2 888.827,8 473.276,4 342.429,7 33.231,2 1.743.857,3 375.660,9
3 Hutan Produksi yg dapat diKonversi 38.831,4 262.622,6 573.285,8 300.621,5 12.943,7 1.188.304,9 313.565,2
Sempadan Sungai 25.266,6 1.653,6 11.146,3 3.541,6 364,5 41.972,6 3.906,1
Total (Ha) 402.103,7 3.769.951,5 2.671.653,6 1.152.160,4 113.598,9 8.109.468,8 1.265.759,2

Sumber : Hasil Analisa GIS

 

Tabel 6. Rekapitulasi Luas lahan kritis berdasarkan Status dan Fungsi Kawasan Hutan

No Status dan Fungsi

Kawasan Hutan

TINGKAT KEKRITISAN LAHAN (Ha) Luas

(Ha)

Lahan Kritis

(6+7)

Tidak Kritis Potensial

Kritis

Agak

Kritis

Kritis Sangat

Kritis

1 2 3 4 5 6 7 8 9
I Dalam Kawasan Hutan 360.973,2 3.051.294,5 1.695.696,3 911.931,1 78.201,3 6.098.096,3 990.132,4
1 Hutan Lindung 118.401,3 587.994,0 268.752,3 104.373,9 14.464,8 1.093.986,4 118.838,7
2 Kawasan Suaka Alam/Pelestarian Alam 60.340,5 156.090,8 134.492,3 55.750,0 5.136,8 411.810,3 60.886,8
3 Hutan Produksi Terbatas 137.307,9 1.155.759,3 245.889,5 108.756,0 12.424,8 1.660.137,5 121.180,8
4 Hutan Produksi Tetap 6.092,2 888.827,8 473.276,4 342.429,7 33.231,2 1.743.857,3 375.660,9
5 Hutan Produksi yg dapat diKonversi 38.831,4 262.622,6 573.285,8 300.621,5 12.943,7 1.188.304,9 313.565,2
II Luar Kawasan Hutan 41.130,5 718.657,0 975.957,3 240.229,3 35.397,6 2.011.371,7 275.626,9
1 Areal Penggunaan Lain (APL) 15.863,9 717.003,5 964.810,9 236.687,6 35.033,1 1.969.399,1 271.720,7
2 Sempadan Sungai dll 25.266,6 1.653,6 11.146,3 3.541,6 364,5 41.972,6 3.906,1
Total (Ha) 402.103,7 3.769.951,5 2.671.653,6 1.152.160,4 113.598,9 8.109.468,8 1.265.759,2

 

You may also like...

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien