Pengendalian Banjir di Catchment Area Jaing
Pengendalian Banjir di Catchment Area Jaing sub DAS Negara Provinsi Kalimantan Selatan
DISERTASI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor PSDAL
Universitas Brawijaya Malang
SYARIFUDDIN KADIR
Fakultas Kehutanan Unlam
Forum DAS Kalimantan Selatan
Banjir merupakan peristiwa yang terjadi akibat kondisi tata air dan lahan kritis yang tidak normal serta tingginya curah hujan pada bagian hulu dan tengah suatu DAS atau catchment area melebihi kondisi normal. Curah hujan mengalir kebagian hilir hingga melebihi daya tampung sungai, melimpah dan menggenangi bagian kiri dan kanan sungai.
Sub DAS Negara sebagai bagian dari DAS Barito, mempunyai sejumlah masalah lingkungan terkait dengan fungsinya sebagai pengatur tata air seperti: a) fluktuasi debit air yang tidak normal; b) rawan banjir; c) penyumbang sedimentasi; dan d) lahan kritis, sehingga termasuk salah satu dari 108 DAS di Indonesia yang diprioritaskan penanganannya. Selanjutnya Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Selatan dan Fakultas Kehutanan Unlam 2010 melaporkan bahwa pada bagian hilir sub DAS Negara di Kabupaten Tabalong pada periode tahun 2007 sampai 2010, terdapat 76 lokasi (desa) kejadian banjir dan di Kabupaten Hulu Sungai Utara 149 desa. Selanjutnya Kesbanglingmas Kabupaten Tabalong (2011) melaporkan bahwa kejadian bencana banjir tahun 2005 – 2010 di sub DAS Negara Kabupaten Tabalong cenderung meningkat.
Peningkatan luas lahan kritis, perubahan penggunaan lahan, peningkatan jumlah penduduk dan kecenderungan periode kejadian banjir yang semakin meningkat pada bagian hilir, perlu dilakukan kajian tata air DAS (jaringan sungai, infiltrasi dan debit air), dan kekritisan lahan sebagai paramater kunci menentukan kerawanan pemasok banjir yang melengkapi parameter lainnya (penggunaan lahan, curah hujan dan lereng).
Penelitian ini bertujuan merumuskan arahan pengelolaan daerah aliran sungai dalam rangka pengendalian kerawanan pemasok banjir yaitu: 1) menganalisis karakteristik catchment area Jaing sub DAS Negara; 2) menentukan tingkat kerawanan sebagai pemasok banjir; dan 3) menentukan arahan prioritas kebijakan rehabitasi hutan dan lahan (RHL) untuk pengelolaan catchment area Jaing sub DAS Negara Provinsi Kalimantan Selatan, agar diperoleh hasil yang optimal untuk pengendalian kerawanan pemasok banjir.
Teknik pengumpulan data dan parameter yang diamati untuk mengetahui peranan biofisik DAS terhadap tingkat kerawanan banjir dibutuhkan data primer dan sekunder. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian memberikan gambaran keruangan mengenai tingkat kerawanan banjir dan arahan pengelolaan DAS berdasarkan parameter komponen lingkungan yang terukur secara kuantitatif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan wilayah ekologi DAS yang proses analisis dan penyajiannya dilakukan secara spasial dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).
Komponen parameter kajian DAS untuk pengendalian kerawanan banjir yaitu: 1) penggunaan dan penutupan lahan; 2) curah hujan; 3) lereng; 4) tata air (kerapatan aliran, debit air dan infiltrasi); dan 5) lahan kritis. Kajian pengelolaan DAS diawali dengan input paramater karakteristik catchment area Jaing sebagai faktor yang digunakan untuk penentuan tingkat kerawanan pemasok banjir dan akhir adalah output arahan RHL untuk pengendalian kerawanan pemasok banjir.
Output penelitian ini terdiri atas:
1) karakteristik catchment area Jaing (kondisi eksisting);
2) potensi kerawanan pemasok banjir; dan
3) arahan RHL hasil simulasi tingkat kerawanan pemasok banjir.
Hasil analisis kajian pengelolaan DAS untuk pengendalian kerawanan pemasok banjir diperoleh adalah:
- Karakteristik catchment area Jaing sub DAS Negara terdiri atas: a) penggunaan dan penutupan yang didominasi pertanian lahan kering dengan jenis tanaman karet alam dan karet unggul (64,7%); b) rata-rata jumlah curah hujan 1.523,24 mm/tahun; c) kelas lereng yang relatif datar (3 – 7 %) seluas 46 %; d) Tata air yang terdiri atas kerapatan jaringan sungai 2,274 km/km2, koefisien regime sungai 8,2 dan laju infiltrasi terendah pada sawah, lahan terbuka, tubuh air dan pertambangan (1 – 5 mm/jam), dan tertinggi pada pertanian lahan kering campur semak, hutan sekunder dan hutan tanaman (65 -125 mm/jam); dan e) tingkat kekritisan lahan lahan di dominasi oleh potensial kritis dan agak kritis seluas 23.074 ha (82,9 %).
- Tingkat kerawanan banjir kondisi eksisting diperoleh: a) tidak rawan banjir 1.801,52 ha (6,97 %); b) kurang rawan 18.891,23 ha (73,07 %); c) agak rawan 2.416,21 ha (9,35 %); dan d) rawan banjir 2.743,15 ha (10,61%).
- Kebijakan RHL untuk pengendalian kerawanan banjir dilakukan tiga alternatif yaitu: a) semak belukar 122,13 ha menjadi karet alam; b) lahan terbuka 414,93 ha menjadi karet alam; c) bekas pertambangan 2.104,29 ha reklamasi dengan tanaman kehutanan, selain itu seluas 139,56 ha dilakukan reklamasi dengan tanaman kehutanan yang dilengkapi tindakan sipil teknis. Berdasarkan alternatif arahan penggunaan dan penutupan lahan, dapat mengurangi tingkat kekritisan lahan, meningkatkan infiltrasi, dan menormalkan fluktuasi debit air, sehingga menurunkan tingkat kerawanan pemasok banjir menjadi: a) tidak rawan banjir 1.801,52 ha (6,97 %); b) kurang rawan banjir 21.530,24 ha (83,28 %); c) agak rawan banjir 2.276,01 ha (8,80 %); dan d) rawan banjir 244,35 ha (0,95 %).
- Kebaruan (Novelty) pada kajian ini adalah: a) tata air (kerapatan aliran, debit air, dan infiltrasi); dan b) kekritisan lahan, sebagai parameter kunci menentukan kerawanan pemasok banjir untuk melengkapi paramater lainnya (penggunaan lahan, curah hujan, dan lereng) yang telah dilakukan dan dilaporkan pada kajian penelitian sebelumnya.
- Dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan menghindari terjadinya dampak bencana banjir yang lebih luas, disarankan agar upaya pengelolaan DAS melalui RHL perlu diselenggarakan secara terpadu, lintas sektor dan lintas wilayah dengan memperhatikan daya dukung lingkungan DAS, sebagai upaya mitigasi, penanggulangan dan pengendalian kerawanan banjir.